Monthly Archives: August 2015

Embah – Kemerdekaan (part 2)

seperti biasa, beliau takkan pernah diam kecuali sangat lelah dan akhirnya tertidur. benar, beliau hanya tidur jika kelelahan sudah mendera. matanya terkatup bukan karna malam telah larut. bukan. jadi kadang, sepanjang malam ia tetap terjaga menikmati bercengkrama dengan Tuhan. dengan istighfarnya, dengan al fatihahnya dan kadang dengan aduhannya menahan rasa sakit. sepanjang malam. bercengkrama. dan itu normal baginya.
Usia, si antagonis yang telah mengambil keelokan fisiknya: kegagahan, ketampanan dan keuletannya. Dan itupun tak cukup, ia juga mengambil kemampuan setiap sel dalam tubuhnya, sedikit demi sedikit, tapi pasti.
meski ternyata usia tak benar-benar menghapus penuh ingatannya. beberapa hal masih diingatnya. ya. hanya beberapa hal saja. dan aku yakin, itu adalah hal-hal yang teramat berkesan dalam hidupnya. begitu berkesan sampai ia ditempatkan dibagian terdalam memorinya yang tak-atau mungkin belum-tergerus oleh lapuk usianya.
malam itu, muncul keisenganku untuk bertanya tentang hal-hal apapun padanya agar lupa ia pada sakit yang menderanya. banyak pertanyaan, tapi satu hal yang membuat matanya bercahaya. Ia terlampau bersemangat bercerita tentang saat-saat eyangku ini menjadi satu dari sekian banyak orang yang ikut turun dalam melawan penjajahan jepang. ia masih belia waktu itu. tapi dari caranya menceritakan, ia begitu bersemangat. Sampai tanpa komando tanpa aba-aba, tiba-tiba ia berteiak “MERDEKA!”. Sontak aku terkejut, dan mungkin juga penghuni rumah yang lain yang sedang mencari posisi PeWe menjemput mimpinya. Teriakan itu hanya sekali, tapi keras. Lebih keras dari saat ia mengaduh, sebegitu bersemangantnya. Dalam kagetku, terlintas rasa kagum terhadapnya. Semangatnya tak luntur tentang perjuangan kemerdekaan. Dan itu tertularkan. Hanya dari satu teriakan. Merinding. Kagum. Bersemangat. Haru. Kaget. Bercampur.
Dan malam itu berlanjut. Ceritanya pun berlanjut, dengan satu tema itu. Hangat.

Categories: cerita | Leave a comment

Embah – Usia (part 1)

embahku bukan siapa-siapa. hanya petani biasa dengan sawah beberapa petak di belakang rumahnya. beliau orang yang ulet, pekerja keras dan murah senyum, begitu kira-kira cerita pakdhe-budheku tentang dirinya. sekarang usianya mungkin kepala sembilan dengan digit keduanya juga tak kalah banyak.
beliau hanya bisa terbaring lemah di kamarnya, dengan bibir mengering karna tak hentinya bicara, kadang mengaduh, kadang istighfar atau ucap bacaan al fatihah dengan logat seadanya. ya. kini, beliau disibukkan dengan memohon ampunan kepada Gusti Yang Maha Pengampun. berdzikir sendiri, dengan kalimat-kalimat doa yang tersisa diingatannya. siang dan malam. tidak dengan berbisik, tapi dengan suara seperti bercengkrama, layaknya Tuhan ada dihadapannya. sampai saat tak terdengar lagi suara dari kamarnya, berarti beliau tertidur. kelelahan.
embah yang dulu dikenal ulet dan gagah itu kini hanya bisa meringsek di kamarnya. tak bergerak kecuali hanya tangan dan kakinya. bahkan untuk bergeser mencari sisi kasur yang kering dari keringatnya saja, ia tak sanggup. kini usia memgambil kegagahan, kekuatannya, ketampanannya.
semoga Allah kuatkan beliau dan juga kakek-kakek lain di belahan bumi lain. diistiqomahkan sampai nanti waktunya datang. aamiinn..

image

Categories: cerita | Leave a comment

Blog at WordPress.com.